Tulisan ini masih nyambung dengan pernyataan Ketua DPW PKS Jakarta, bahwa PKS bukan Wahabi anti Tahlilan-Mauludan. Bukan kali ini saja politisi PKS mengklaim dirinya bebas dari pengaruh Salafiyah (Wahabi). Berulang-ulang politisi PKS, di berbagai kesempatan, meyakinkan publik, bahwa mereka bukan Wahabi. Hidayat Nur Wahid pernah menyatakan, bahwa dia menolak dirinya dan partainya dikaitkan dengan Wahabi. Beritanya sebagai berikut: Saya dan PKS Bukan Wahabi. Itu artinya, Hidayat ingin menghindari fitnah dengan memfitnah orang lain (kalangan Wahabi).
Disini kita tidak akan membuktikan bahwa PKS adalah Wahabi. Tidak perlu, tidak perlu sama sekali. PKS dari segala sisi memang tidak layak dikaitkan dengan gerakan Wahabi. Mereka terlalu jauh untuk disifati sebagai bagian dari kaum Wahabi. Sosok yang layak disebut Wahabi di Nusantara ini misalnya: Imam Bonjol, Sentot Alibasyah, Pangeran Diponegoro (dengan simbol surban dan gamisnya), KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), Jendral Soedirman (mantan guru Muhammadiyah di Cilacap yang selalu menggelorakan Jihad), Bung Tomo (yang menghabiskan akhir hayatnya di Makkah), Buya Hamka (mantan Ketua MUI), Ustadz A. Hasan (Guru senior di Persis sekaligus ahli fikih), Muhammad Natsir (sahabat dekat Raja Faishal) dan semisalnya rahimahumullah jami’an. Tokoh-tokoh ini layak dikaitkan dengan Wahabi, meskipun mereka tidak mengklaim sebutan itu.
PKS tidak tepat disebut Wahabi, bahkan terlalu berlebihan menyebut mereka sebagai Wahabi. Para pemuda Wahabi banyak bergelut dengan ilmu; sementara kader-kader PKS siang-malam bergelut dengan Pemilu, Pilpres, Pilkada, dan semisalnya. Kaum Wahabi jelas pro Syariat Islam; sementara PKS pro sekularisme, demokrasi, liberalisme. Pejuang-pejuang Wahabi banyak berjihad dimana-mana; sementara pejuang PKS banyak melantunkan nasyid dimana-mana. Para ulama Wahabi kreatif dan produktif menulis buku-buku keislaman; sementara para politisi PKS sibuk melayani pertemuan dengan wartawan dan selebritis. Dari sisi ini, tidak tepatlah menyebut PKS sebagai Wahabi; sangat tidak tepat.
Disini kita perlu sebut sedikit di antara jasa-jasa kaum Wahabi bagi PKS. Ya biar masyarakat lebih paham, siapa yang lebih perwira dan kesatria di antara dua nama itu; PKS atau Wahabi? Hal ini perlu disampaikan agar dalam manuver-manuver politiknya PKS tidak lagi memfitnah kaum Wahabi yang notabene tidak suka dengan sistem demokrasi. Wahabi itu tidak ada kaitannya dengan even-even demokrasi itu, karena sejatinya mereka adalah ashabud dakwah wa diniyyah (para dai dan kaum agamawan).
Jangan karena PKS takut ditolak oleh warga Muslim tradisionalis, lalu memfitnah kaum Wahabi. Bayangkan, PKS mengklaim dirinya sebagai Ahlus Sunnah Wal Jamaah; lalu apakah Wahabi bukan bagian dari Ahlus Sunnah Wal Jamaah? PKS mengklaim, dukungannya kepada Foke dalam rangka “menjaga persatuan Ummat”; lalu apakah dengan menafikan posisi Wahabi, mereka hendak mengeluarkan Wahabi dari barisan Ummat? Inna lillahi wa inna ilaihi ra’jiun.
Jika Wahabi diidentikkan dengan sikap anti Tahlilan, anti Yasinan, anti Mauludan; maka apa salahnya sikap seperti itu? Toh, sejak lama ormas Persatuan Islam, Muhammadiyah, Al Irsyad, juga bersikap demikian? Apakah yang boleh hidup di muka bumi ini hanya pendapat kaum Muslimin yang melazimkan Tahlilan, Yasinan, Mauludan? Lalu dimana sikap tasamuh (toleransi) mereka bagi sesama Muslim yang tidak meyakini amal-amal seperti itu? Sebenarnya, siapa yang intoleran dalam hal ini? Maunya mereka, kita dilarang bersikap anti Tahlilan, Yasinan, Mauludan; lalu kita diharuskan ikut-ikutan bersama mereka mengerumuni amal-amal itu. Laa haula wa laa quwwata illa billah.
Ya intinya, tidak ditemukan jamaah dakwah yang begitu pengasih dan menolong kepada Ikhwanul Muslimin, selain Salafiyah (Wahabi). Tidak ditemukan negara yang banyak membantu tokoh dan jamaah Ikhwanul Muslimin, selain Kerajaan Saudi. Di negeri asalnya, Mesir, Ikhwanul Muslimin selalu mengalami kezhaliman dan penindasan. Baru tahun 2012 ini saja pemimpin Ikhwanul Muslimin bisa memimpin di Mesir. Meskipun kaum Wahabi banyak jasanya bagi Ikhwanul Muslimin, namun mereka tetap saja diserang oleh Dr. Said Ramadhan Al Buthi, salah satu tokoh Muslim yang terkenal di Eropa.Dalam Al Mudzakkirat Ad Da’i Wad Da’iyah; kitab ini diterbitkan oleh Era Intermedia Solo dengan judul, Memoar Hasan Al Banna. Disana tertera satu kisah menarik di antara sekian banyak kisah hidup Syaikh Hasan Al Banna rahimahullah. Beliau adalah seorang dai, sekaligus guru agama, alumni perguruan Daarul Ulum. Kiprah beliau telah terkenal, sehingga ada di antara pejabat pendidikan di Saudi menawari beliau menjadi guru di Saudi. Kerjasama itu didasari sebuah prinsip: “Merujuk Kitabullah dan Sunnah, sesuai dengan pemahaman para Shahabat.” Syaikh Al Banna pun setuju. Namun entah karena alasan apa, rencana ini tidak jadi. Syaikh Hasan Al Banna tetap mengajar di Mesir, tidak jadi ke Saudi.
Sifat rahmat kalangan Wahabi sangat banyak kepada Ikhwanul Muslimin secara umum, dan tokoh-tokohnya secara khusus. Ketika menjelang Sayyid Quthb rahimahullah dieksekusi oleh Jamal Abdun Nashir, Syaikh Abdul Aziz bin Baz dan Raja Faishal mengirim surat kepada Presiden Mesir itu, meminta supaya eksekusi dibatalkan. Ketika tahun 60-an Ikhwanul Muslimin diberangus di Mesir, Kerajaan Saudi membuka pintu lebar-lebar untuk melindungi tokoh-tokohnya. Salah satu yang dilindungi secara penuh adalah Syaikh Yusuf Al Qaradhawi. Selama bertahun-tahun beliau tinggal di Saudi, sebelum akhirnya pindah ke Qatar. Begitu juga ketika Ikhwanul Muslimin diberangus di Suriah oleh Hafezh Assad (ayah Bashar Assad), maka Syaikh Bin Baz menyerukan kaum Muslimin agar membantu Ikhwanul Muslimin di Suriah, dengan apapun. Manakala di kalangan Salafiyah muncul pemikiran-pemikiran ekstrem yang menyesatkan Jamaah Ikhwanul Muslimin dan jamaah-jamaah Islam lain; maka Lajnah Da’imah Saudi berkali-kali menurunkan fatwa bahwa jamaah-jamaah itu adalah Ahlus Sunnah, adalah Firqatun Najiyyah; meskipun pada diri mereka terdapat keutamaan-keutamaan dan kesalahan-kesalahan. Fatwa ini banyak dan dikenal oleh para ahli ilmu. Termasuk ketika terjadi Tragedi Ghaza (Desember 2008-Februari 2009), masyarakat ulama dan bangsa Saudi mengulurkan tangan terbuka untuk membela Hamas di Palestina. Ketika Hamas diboikot oleh Israel dan negara-negara lain, Saudi kembali turun tangan menolong memberi bantuan.
Semua ini perlu dijelaskan, agar kaum Muslimin tahu, bahwa kalangan Wahabi tidak seburuk yang digambarkan oleh media-media anti Islam (atau anti Wahabi). Secara khusus, jasa-jasa kalangan Wahabi kepada Ikhwanul Muslimin sangatlah banyak; andaikan menghitung-hitung amal kebaikan di mata manusia dianggap sebagai sebuah kebaikan. Jika benar bahwa PKS memiliki kaitan dengan Ikhwanul Muslimin di Mesir, setidaknya mereka bisa “tahu diri”.
Adapun untuk PKS sendiri, banyak jasa-jasa kalangan Wahabi bagi mereka. Di antaranya sebagai berikut:
[1]. Ketua Majelis Syura PKS, Ustadz Hilmi Aminuddin, beliau pernah bekerja di Atase Kedutaan Saudi di Jakarta. Hal itu terjadi di era dakwah, ketika Jamaah Tarbiyah belum masuk politik praktis.
[2]. Masuknya ajaran Ikhwanul Muslimin yang nantinya bermetamorfosis menjadi PKS, hal itu dirintis melalui dosen-dosen LIPIA Jakarta. Dosen-dosen inilah yang mula-mula merintis transformasi nilai-nilai dakwah dan gerakan Al Ikhwan ke generasi muda di Indonesia.
[3]. Saat awal berdirinya Partai Keadilan (PK), lalu berubah menjadi PKS pada tahun 2004; jajaran elit politik PKS banyak diisi oleh sarjana-sarjana agama lulusan LIPIA, atau lulusan Universitas Saudi. Jumlahnya berapa, saya kurang tahu pasti.
[4]. Anis Matta, Sekjen PKS itu, adalah salah satu lulusan terbaik LIPIA. Konon, Anis Matta ini sejak awal sudah terlihat cerdas dan punya bakat “berpetualang”; sehingga ada ungkapan di kalangan keluarganya, “Sekiranya dia tidak menjadi liberal, itu sudah bagus.” Anis Matta ini hendak pergi ke planet manapun, dia tidak bisa menafikan jasa LIPIA dalam hidupnya.
[5]. Sosok lain yang fenomenal adalah Dr. Hidayat Nur Wahid. Mantan Presiden PKS, sekaligus mantan Ketua MPR RI; mantan calon Wapres, tapi tidak jadi; mantan calon gubernur, tapi gagal. Beliau ini lulusan Gontor; masuk Gontor setelah lulus SMA. Selesai dari Gontor, beliau menempuh pendidikan selama lebih dari 10 tahun di Universitas Islam Madinah, sampai berhasil mendapatkan gelar doktor. Bidang studi beliau akidah, khususnya seputar paham Syiah.
[6]. Sosok selanjutnya adalah Dr. Salim Segaf Al Jufri. Beliau ini pernah menjabat sebagai Kedubes Indonesia di Saudi, lalu kini sebagai Menteri Sosial Kabinet SBY. Beliau lulus doktoral dari Universitas Islam Madinah, lalu menjadi seorang pakar di bidang fikih. Tentu saja bisa kuliah ini mendapat beasiswa penuh dari pendukung Wahabi.
[7]. Kemudian sosok Presiden PKS saat ini, Luthfi Hasan Ishaq. Beliau pernah kuliah di Ibnu Saud University, dan menjadi Ketua I Perhimpunan Pelajar Indonesia di Saudi. Sama, dia pernah mendapatkan beasiswa penuh dari lembaga pendidikan Wahabi. Dan masih banyak fakta-fakta lain yang belum bisa disebutkan disini.
Jasa-jasa dakwah Salafiyah (Wahabi) sangat besar bagi PKS, sehingga alangkah naif ketika mereka menyudutkan gerakan Wahabi, demi mencapai tujuan syahwat politik. Apalagi kalangan Wahabi termasuk kurang aktif dalam dunia politik demokrasi sehingga mengait-ngaitkan mereka dengan isu politik demi syahwat kekuasaan, adalah fitnah sekaligus penistaan. Nah, itulah lucunya PKS. Kalau dikritik sedikit, marahnya kayak apa; tetapi kalau memfitnah orang lain (Wahabi) seenaknya sendiri. Kemarin-kemarin mereka begitu menyerang Foke; saat ini beda lagi lagunya. Aneh.
Untuk lebih meyakinkan, coba baca artikel berikut ini: Bayan Dewan Syariah Pusat, PKS Bukan Wahabi. Dalam tulisan ini bisa dibaca, betapa cerdiknya orang-orang PKS dalam men-delete jejak jasa baik gerakan Wahabi bagi partai mereka. Semua ini semakin menunjukkan bahwa PKS benar-benar telah merealisasikan sebuah pepatah lama: “Air susu dibalas air tuba.”
(Catatan: Air tuba adalah air yang biasa digunakan untuk “meracun” ikan di sungai. Air ini sangat pahit, terbuat dari campuran air biasa dengan bahan-bahan tumbuhan tertentu yang sangat pahit. Caranya, sebuah sungai kecil dibendung sementara dengan tanah, batu, kayu, atau semak-semak. Setelah air tergenang, dimasukkan cairan tuba ini. Nanti ikan-ikan yang ada di genangan itu akan mabuk, lalu naik ke permukaan. Ini adalah cara tradisional yang sering dipakai orang kampung untuk menangkap ikan. Penjelasan demikian perlu disampaikan, sekedar untuk menunjukkan pentingnya sungguh-sungguh dalam melayani ilmu. Alhamdulillah. Kalau tidak malu, akan saya sebutkan salah satu jenis tanaman yang pahit itu. He he he).
Apa yang dilakukan PKS terkait isu Wahabi adalah kezhaliman yang nyata:
Dari sini kita bisa memprediksi masa depan politik PKS di masa nanti. Melalui cara-cara main fitnah dan “cuci-tangan” seperti itu, mereka akan menghadapi perihnya ayat Qur’ani berikut ini: “Innallaha laa yahdi qaumaz zhalimin” (sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zhalim).Pertama, mereka memojokkan kaum Wahabi dengan pencitraan sebagai: “bukan Ahlus Sunnah”, “tukang memecah-belah”, atau “bukan bagian dari Ummat”. Perbuatan mereka tak ubahnya seperti aktivis-aktivis Syiah yang sangat anti Wahabi.
Kedua, mereka tidak sadar kalau kalangan Wahabi sangat banyak jasanya bagi partai mereka. Tidak tampak rasa syukur atau sikap luhur sebagai sesama masyarakat Timur. Padahal dalam riwayat disebutkan: “Laa yasykurullaha man laa yasykurun naasa” (tidak bersyukur kepada Allah siapa yang tidak pandai bersyukur kepada manusia).
Ketiga, adalah suatu kenyataan yang tidak diragukan lagi bahwa peranan kalangan Wahabi (sampai saat ini) di bidang demokrasi di Indonesia sangatlah kecil. Bahkan kalangan Salafi Jihadi seperti sudah sepakat, bahwa demokrasi adalah kemusyrikan. Jika demikian, mestinya kalau ada even-even demokrasi, jangan sebut-sebut nama Wahabi. Kalau Foke memakai isu Wahabi untuk memojokkan, biarkan saja, jangan dilayani. Nanti dia juga capek sendiri.
Keempat, menjelang Pemilu 1955 muncul isu-isu negatif seputar Wahabi. Katanya, Masyumi adalah partai dukungan Wahabi. Saat itu Buya Hamka rahimahullah seketika membela Wahabi dan menyebut orang-orang yang mengeksploitasi isu Wahabi sebagai bagian dari imperialisme. Duhai betapa beda antara Buya Hamka dengan Pe-Ka-…
Politik PKS bukanlah politik yang terpimpin oleh hikmah Syariat. Mereka membiasakan diri menghalalkan kezhaliman, dengan memfitnah kaum Wahabi, demi mencapai kekuasaan. Padahal sejatinya, Wahabi sudah banyak menolong urusan mereka.
Cobalah lihat Persis, Muhammadiyah, atau Al Irsyad; meskipun mereka sering dituduh Wahabi, mereka tidak lantas menyebarkan fitnah ini dan itu. Mereka tetap istiqamah dengan dakwahnya. Tauhid tetap Tauhid; Sunnah tetap Sunnah; tidak mencla-mencle seperti…
Apa yang telah dilakukan PKS adalah kezhaliman, dan Allah tidak menyukai orang-orang zhalim. Maka politik mereka sudah bisa ditebak hasilnya sejak kini. Tidak ada eksistensi di atas pilar-pilar kezhaliman. Nas’alullah al ‘afiyah.
Sumber: http://abisyakir.wordpress.com/2012/08/16/antara-pks-dan-wahabi/
0 comments :
Post a Comment