Expedition

Pemimpin Indonesia memang butuh orang "sinting"

Ada Sintingnya Juga Jokowi dan Ahok

Entah kebetulan ada tidak, beberapa waktu lalu Mempora Roy Suryo mengatakan Ahok, Plt. Gubernur DKI Jakarta kurang waras, lalu menyusul Fahri Hamzah mengatakan Jokowi, Gubernur DKI Jakarta yang lagi cuti ini sinting.

Kata “sinting” atau “tidak waras”, kalau diucapkan dengan dibarengi emosi dan ditujukan kepada lawan atau orang yang tidak disenangi pasti bermakna negatif, sesuai arti sebenarnyalah (denotatif), yakni sedeng; miring; tidak beres pikirannya; agak gila.

Namun kalau diucapkan dalam candaan dan ditujukan kepada kawan atau orang yang kita puji, maknanya bisa positif (jadi bermakna konotatif). Seorang yang berani menerobos rumah yang sedang terbakar untuk menolong seorang anak yang tidur di loteng rumah, bisa disebut tindakan sinting, tetapi ketika dia keluar dengan selamat bersama anak yang ditolongnya maka dia menjadi pahlawan.

Dulu di zaman Orde Baru, ada seorang politisi PDIP bernama Aberson M. Sihaloho (sudah almarhum), dia mengatakan P4 adalah dongeng komiknya Soeharto, dwi fungsi ABRI bertentangan dengan UUD 1945. Waktu itu dia dibilang sinting oleh teman-temannya politisi karena berani “melawan” Soeharto. Walau banyak yang sependapat, Aberson waktu itu tetap diadili dan dihukum karena menghina Presiden dan ABRI. Tetapi kemudian Aberson terbukti benar, P4 dicabut dan dwi fungsi ABRI pun dihapus.

Terkait dengan Jokowi dan Ahok, kalau melihat sepak terjangnya selama ini keduanya ada juga rada sintingnya. Mereka berdua sering melakukan tindakan yang tidak lazim dan melawan arus. Mereka berdua yang hanya didukung partai kecil tidak berusaha berbaikan dengan DPRD DKI malah berani menantang DPRD DKI, misalnya: proyek peninggalan Foke Fauzi Bowo yang didudukung oleh DPRD diminta supaya diaudit ulang, sementara DPRD tidak setuju; mereka mencoret Anggaran Rutin yang Mendahului untuk DPRD DKI. Banyak lagi kebijakan mereka yang tak selaras dengan keinginan anggota-anggota DPRD, seperti memangkas berbagai anggaran pengeluaran, penyediaan rumah susun murah, dan lain-lain, semua itu sempat membuat anggota DPRD DKI hendak melengserkan mereka.

Kalau Anda menyaksikan Ahok dalam acara Mata Najwa akhir Juni 2014, maka Anda dapat menyaksikan betapa hebat idealismenya, ada juga “sinting”-nya.

Di awal pencapresan Jokowi, tindakannya untuk membantuk koalisi ramping dan tidak ada komitmen bagi-bagi kursi di antara partai koalisi sesungguhnya termasuk “tindakan sinting”. Itu jelas bukan mencari kawan, tetapi sebaliknya menciptakan lawan. Dan benar, itu sebabnya hanya sedikit partai politik yang merapat mendukung pencapresan Jokowi.

Sebagai pengagum Jokowi dan Ahok, saya ingin menyampaikan, teruskanlah ke-”sinting”-an Anda berdua demi kemajuan Indonesia dan kemajuan kota Jakarta.

http://politik.kompasiana.com/2014/0...ok-665507.html
Share on Google Plus

Related Article you might see:

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments :

Post a Comment